Senin, 25 April 2016

Sahabat bukanlah bidadari yang diutus Tuhan untuk kebahagian



Sahabat bukanlah bidadari yang diutus Tuhan untuk kebahagian

Namaku Maryam aku duduk dikelas sepuluh, aku bersekolah di SMK INFORMATIKA, yang tepatnya di kota Sumedang. Jujur aku disekolah orangnya so cool gitu, ya walaupun enggak. Kata orang sih aku murid kepercayaan guru, tapi menurutku biasa saja. Aku mempunyai 3 sahabat dikelasku, mereka orang yang selalu membuat ku tertawa. Kita sama-sama suka bercanda, suka debat, rakus makan, pokonya blablabla. Kita orang yang punya perbedaan banyakkkk banget. Tapi kita kompak bersahabat. Tapi, semua itu gak berlangsung lama. Dimana ketika semester 1 tlah usai, kita berpisah. Kita jadi saling peduli, gak sama-sama lagi. Bahkan kalau kita bertatap muka, jarang kita bercanda. Hampa? ya itu yang ku rasakan. Terkadang aku selalu rasakan rindu yang mendalam, walaupun aku tak tau entah mereka merindukan ku atau malah sebaliknya.
Beberapa minggu kemudian, aku mendapat tugas dari guruku untuk membuat sebuah drama. Ya, drama yang sangat aku idamkan. Tetapi, hasil tak seperti yang diinginkan. Permasalah terjadi setelah drama. Disana aku benar-benar terpukul. Aku tak mengerti salah atau benarkah aku saat ini. Tetapi, kekecewaan ku timbul. Sahabat ku ternyata menjelekanku di belakangku. Benar-benar terpukul. Pikir ku buntu, tak ada jalan terlintas di pikiranku. Kosong seperti tak berpenghuni. Ku teteskan air mata kekecewaan. Ku tumpahkan kepada Sang Tuhan. Ku adukan sebuah penyesalan.
“Tuhan.. apa salahku? Apa ini cobaan terbaru terbaru untukku? Tuhan.. aku tak percaya dengan semua ini. Aku tak kuat hati untuk menerimanya” ku menangis tersedu.
Di sana aku melihat cermin, cermin yang membuatku tau siapa orang yang terbaik untukku. Bukan teman atau lah pacar. Tetapi, sang ibu lah yang membuatku sabar dan tabah arti dari sebuah pengkhianatan.  Teman bukanlah segalanya, bukan pula bidadari yang bisa membuatku selalu tertawa. Tetapi, dia bisa lebih jahat  dari yang ku bayangkan. Yaitu luka.
Satu teringat janji ku dan sahabatku. Kita pernah bejanji tidak pernah saling menjelekan bahkan mencaci maki. Apalagi sampai membicarakan dari belakang. Menurutku sih itu hal bodoh, bahwa faktanya kita tak berani. Maka dari itu bila saling membenci kita bicarakan. Kita sedih kita harus bicarakan. Apalagi, masalah keluarga yang harus kita sama-sama pecahkan.
Setelah kejadian itu terjadi, aku menghapus semua memori kebersamaanku. Ya, walaupun semua itu tak mudah. Tetapi, ada niat yang terselip dipikiranku. Aku tak ingin lagi lihat spion, seberapa pun indah tetapi disana terdapat banyak luka. Ya, luka.
Dari sana aku mendapat sebuah pelajaran. Pelajaran yang begitu berharga, tak pernah aku dapatkan. Hari ini, detik ini, ku putuskan tidak terlalu percaya arti sebuah pertemanan. Bukan karena aku takut hal demikian terulang. Tetapi, luka di hati tidak bisa dihapuskan. Walaupun hati tlah memaafkan.

                                                                                                                               
                                                                                                                                                               

1 komentar: